Profil Baznas Lampung Utara

Zakat adalah ibadah yang memiliki posisi yang sangat strategis baik dari aspek keagamaan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Peran strategis ini secara nyata dinyatakan di dalam Al-Qur’an dan Hadits, serta terefleksikan dalam sejarah Islam. Syariat zakat diturunkan kepada Rasulullah saw pada tahun kedua hijriyah. Pada masa itu, Rasulullah saw turun tangan dan mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat yang bertugas menarik zakat dari para wajib zakat (muzaki), mendatanya di Baitul Maal, dan menyalurkannya kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik). Syariat zakat ini selanjutnya dipegang teguh oleh para Khulafa’ur-Rasyidin. Bahkan, pada masa Abu Bakar ra, khalifah memerangi orang yang melaksanakan shalat tapi tidak mau menunaikan zakat. Sejarah gemilang pengelolaan zakat mengemuka pada era Umar bin Abdul Aziz, di mana pada masa ini, ijtihad zakat atas penghasilan ditetapkan oleh khalifah dan bersifat wajib. Kebijakan ini berdampak pada melimpahnya dana di Baitul Maal yang digunakan pemerintah untuk membantu fakir dan miskin. Pada masa kepemimpinan beliau yang hanya dua tahun, dana zakat berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hingga tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat. Pengelolaan zakat yang baik di era ini memberi dampak pada berkurangnya konsumerisme masyarakat dan perilaku korupsi di kalangan pejabat serta meningkatkan produktivitas ibadah maupun muamalah masyarakat. Dikalangan umat ada dua isyarat tentang kemiskinan, Pertama, kemiskinan dan kefakiran pada umat tidak semata-mata karena kemalasan dalam bekerja tetapi juga akibat pola kehidupan yang timpang dan tidak adil antara lain disebabkan merosotnya rasa kesetiakawanan diantara sesama umat, terutama dari golongan aghniya’ terhadap golongan dhu’afa. Menarik untuk diperhatikan pernyataan Susan George ( How the other Half Dies, Montaclair, Allan Held Osmon and Co 1981 ) bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi karena sekelompok kecil orang hidup mewah diatas penderitaan orang banyak dan bukan karena semata-mata kelebihan jumlah penduduk (over population). Kedua, Konsep ajaran Islam dalam memberikan solusi kemiskinan adalah kewajiban membayar zakat, infaq dan shadaqah ( ZIS ), bagi mereka yang telah memenuhi indikator pembayar zakat, infaq dan shadaqah. Sesungguhnya jika zakat, infaq dan shadaqah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, dikeola dan ditata dengan baik dan serius baik pengumpulan maupun pendistribusiannya, akan mampu menanggulangi, minimal memperkecil masalah kemiskinan dan kefakiran yang kini dihadapi sebagian umat. Kurangnya pengertian dalam makna, maksud dan system pelaksanakaan ZIS sebagai suatu perintah agama dan suatu upaya penanggulangan kemiskinan, kefakiran dan problema perekonomian umat antara lain kurangnya kesadaran terhadap arti penting ZIS sebagai bagian keimanan seseorang, sekaligus berdampak sosial yang tinggi dan mulia. Permasalahan lain dalam ZIS adalah belum adanya data base tentang muzakki ( pembayar ZIS ) sebagai modal dalam perencanaan pengumpulan dan pendistribusian ZIS di Lampung Utara. Oleh karena itu Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Lampung Utara Nomor: B/424/03-LU/HK/2016 Tanggal 15 Desember 2016 yang wewenangnya terbatas pada muzakki dikalangan Pegawai Negeri Sipil, BUMN, BUMD di wiLayah Kabupaten Lampung Utara. Langkah strategis yang harus diprioritaskan adalah memotivasi orang-orang Islam dikalangan muzakki PNS, BUMN, BUMD untuk berzakat, berinfaq dan bersedeqah, menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang mendorong umatnya agar bekerja keras mengentas kemiskinan sampai pada tingkat zero option. Dengan sendirinya gejala negatif sosial sebagai dampak kepincangan sosial teratasi. Menjadikan ZIS sebagai salah satu solusi meningkatkan kesejahteraan umat yang kurang beruntung ( miskin ) baik miskin struktural maupun miskin alami.